Bersumber dari salah situs yang sangat terpercaya dan tergacor OKEPLAY777 Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Nature Food menunjukkan bahwa memakan serangga bisa menjadi solusi berkelanjutan untuk permintaan protein yang terus meningkat dalam pasokan makanan dunia. Studi yang dilakukan oleh tim peneliti di University of Copenhagen menemukan bahwa serangga adalah sumber protein yang sangat bergizi dan ramah lingkungan yang dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan penggunaan lahan yang terkait dengan peternakan tradisional.
Para peneliti menganalisis kandungan nutrisi dari 236 spesies serangga yang berbeda dan menemukan bahwa banyak di antaranya kaya akan protein, lemak sehat, dan nutrisi penting lainnya. Secara khusus, jangkrik, ulat bambu, dan lalat tentara hitam ditemukan memiliki kandungan protein yang mirip dengan daging sapi, tetapi dengan emisi gas rumah kaca dan penggunaan lahan yang jauh lebih rendah. Serangga juga membutuhkan lebih sedikit air dan pakan daripada ternak tradisional, menjadikannya pilihan yang lebih berkelanjutan.
“Makan serangga mungkin tampak aneh bagi sebagian orang, tetapi itu adalah praktik umum di banyak budaya di seluruh dunia,” kata penulis utama Afton Halloran, seorang peneliti makanan di University of Copenhagen. “Serangga adalah sumber makanan yang sangat beragam dan bergizi yang dapat membantu kita mengatasi beberapa tantangan terbesar yang dihadapi sistem pangan kita.”
Studi tersebut juga menemukan bahwa serangga dapat dimasukkan ke dalam berbagai makanan yang berbeda, termasuk protein batangan, pasta, dan burger. Bahkan, beberapa perusahaan sudah mulai memproduksi produk berbasis serangga, seperti tepung jangkrik dan bubuk protein. Meskipun produk ini mungkin belum tersedia secara luas, para peneliti yakin bahwa produk ini dapat menjadi lebih populer di tahun-tahun mendatang.
Namun, masih ada beberapa tantangan yang harus diatasi sebelum serangga dapat menjadi sumber makanan yang diterima lebih luas. Banyak orang di negara-negara Barat memiliki keengganan budaya untuk memakan serangga, dan ada juga kekhawatiran tentang keamanan dan kebersihan peternakan serangga. Para peneliti mengakui tantangan ini tetapi berpendapat bahwa hal itu dapat diatasi dengan pendidikan dan regulasi.
“Budaya pangan selalu berubah, dan kita harus terbuka terhadap ide dan pendekatan baru,” kata rekan penulis Jessica Fanzo, peneliti sistem pangan di Universitas Johns Hopkins. “Serangga hanyalah salah satu dari banyak solusi potensial untuk tantangan yang dihadapi sistem pangan kita, tetapi mereka layak untuk dipertimbangkan.”
Studi ini telah mendapat perhatian luas di media dan di kalangan pembuat kebijakan. Beberapa pemerintah, termasuk Belanda dan Thailand, sudah mulai mempromosikan konsumsi serangga sebagai sumber protein yang lebih berkelanjutan. Uni Eropa juga baru-baru ini menyetujui penggunaan ulat bambu sebagai sumber makanan, membuka jalan bagi lebih banyak produk berbasis serangga untuk memasuki pasar.
Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan kasus yang meyakinkan tentang potensi serangga sebagai sumber makanan yang berkelanjutan dan bergizi. Meskipun masih banyak tantangan yang harus diatasi, jelas bahwa serangga dapat memainkan peran penting dalam produksi pangan di masa depan. Saat dunia terus menghadapi tantangan perubahan iklim dan kerawanan pangan, solusi inovatif seperti pertanian serangga dapat menjadi sangat penting untuk membangun sistem pangan yang lebih berkelanjutan dan tangguh.