Duka Berkepanjangan, Waspadai Gangguan Duka Berkepanjangan

Dikutip dan dilansir oleh Aladdin138 Kesedihan adalah respons alami terhadap kehilangan, dan itu adalah sesuatu yang dialami kebanyakan orang pada suatu saat dalam hidup mereka. Namun, dalam beberapa kasus, kesedihan bisa menjadi berkepanjangan dan berlebihan, menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai Prolonged Grief Disorder (PGD), terkadang juga disebut sebagai Complicated Grief atau Persistent Complex Bereavement Disorder. PGD adalah jenis kesedihan yang berlangsung lebih lama dari yang dianggap normal dan secara signifikan dapat memengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan seseorang secara keseluruhan. Penting untuk menyadari PGD dan potensi dampaknya terhadap individu, serta kebutuhan akan dukungan dan intervensi yang tepat.

slot online, judi slot

Gangguan Kesedihan yang Berkepanjangan ditandai dengan reaksi kesedihan yang terus-menerus dan intens yang berlanjut untuk waktu yang lama, biasanya berlangsung selama enam bulan atau lebih. Ini berbeda dari proses berduka yang normal, yang biasanya melibatkan serangkaian emosi, termasuk kesedihan, kemarahan, penyangkalan, dan penerimaan, dan berangsur-angsur mereda seiring berjalannya waktu. Sebaliknya, individu dengan PGD mungkin mengalami emosi yang intens dan berkelanjutan terkait dengan kehilangan, termasuk kerinduan yang intens, ketidakpercayaan, kepahitan, dan kesulitan menerima kenyataan kehilangan.

Gejala PGD dapat bermanifestasi dalam berbagai cara, dan dapat berdampak signifikan pada kehidupan dan fungsi sehari-hari seseorang. Beberapa gejala umum PGD mungkin termasuk:

  1. Kerinduan dan kerinduan yang kuat untuk almarhum, dengan perasaan hampa dan kehilangan yang terus-menerus.
  2. Kesulitan menerima kenyataan kehilangan, dengan seringnya perasaan tidak percaya atau penyangkalan.
  3. Keasyikan terus-menerus dengan pikiran dan kenangan almarhum.
  4. Menghindari pengingat akan almarhum atau situasi yang dapat memicu ingatan akan kehilangan.
  5. Mati rasa emosional, keterpisahan, atau perasaan “terjebak” dalam proses kesedihan.
  6. Kesulitan melakukan aktivitas normal atau menemukan kegembiraan dalam hal-hal yang dulunya menyenangkan.
  7. Perubahan pola tidur, nafsu makan, dan tingkat energi.
  8. Penarikan sosial atau isolasi dari orang lain.
  9. Lekas ​​marah, marah, atau ledakan emosi terkait dengan kehilangan.
  10. Kesulitan mempercayai orang lain atau membentuk hubungan baru.

Penting untuk dicatat bahwa tidak semua orang yang sedang berduka akan mengembangkan Gangguan Kesedihan yang Berkepanjangan. Kesedihan adalah proses yang kompleks dan individual, dan waktu serta intensitas kesedihan dapat bervariasi dari orang ke orang. Namun, bagi mereka yang mengalami reaksi kesedihan yang berkepanjangan dan intens yang secara signifikan memengaruhi kehidupan dan kesejahteraan sehari-hari mereka, mencari dukungan dan intervensi yang tepat sangatlah penting.

Penyebab pasti PGD belum sepenuhnya dipahami, namun diyakini dipengaruhi oleh kombinasi faktor biologis, psikologis, dan lingkungan. Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan berkembangnya PGD antara lain hubungan dekat dan tergantung dengan almarhum, kehilangan yang tiba-tiba dan tak terduga, riwayat masalah kesehatan mental, kurangnya dukungan sosial, dan riwayat trauma atau pengalaman masa kecil yang merugikan.

Penting untuk menyadari potensi dampak PGD pada kesehatan mental dan kesejahteraan individu. Jika tidak diobati, PGD dapat menyebabkan berbagai konsekuensi negatif, termasuk peningkatan risiko gangguan kesehatan mental lainnya, seperti depresi, kecemasan, dan gangguan stres pascatrauma (PTSD). Ini juga dapat memengaruhi kesehatan fisik, hubungan, dan kualitas hidup seseorang secara keseluruhan.

Untungnya, ada perawatan dan intervensi efektif yang tersedia untuk individu yang berjuang dengan PGD. Salah satu pendekatan yang paling banyak digunakan adalah konseling atau terapi kesedihan, yang dapat memberi individu ruang yang aman dan mendukung untuk mengeksplorasi dan memproses emosi mereka terkait kehilangan. Terapis dapat menggunakan berbagai teknik, seperti terapi perilaku-kognitif (CBT), terapi interpersonal (IPT), atau terapi yang berfokus pada trauma, untuk membantu individu memahami dan mengelola reaksi kesedihan mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *